Fokusnasional.id,Suasana ruang rapat mendadak menegang saat suara menggema dengan nada tegas, memecah keheningan. Pernyataannya yang keras sontak membuat seluruh peserta rapat terdiam—terutama ketika sejumlah anggota baru saja mengajukan usulan tambahan pajak yang dinilai akan kembali membebani rakyat.
Dalam forum yang sarat tensi itu, para pengusul berdalih bahwa kebijakan tersebut diperlukan demi “kebutuhan negara” dan “penyeimbangan anggaran”. Namun Purbaya menanggapi dengan sorot mata tajam, menandakan penolakannya yang tak bisa ditawar.
Dengan nada tenang namun penuh ketegasan, ia akhirnya angkat suara.
“Kalian kembali meminta rakyat menanggung beban, sementara perbaikan tata kelola belum juga tuntas. Saya tidak akan menyetujui pajak baru yang hanya menambah penderitaan mereka,” ucapnya lantang.
Ruangan sontak hening. Beberapa anggota legislatif tampak gelisah, sebagian lainnya mencoba menyela. Namun Purbaya melanjutkan pernyataannya dengan lebih tajam,
“Kalau negara benar-benar membutuhkan dana, benahi dulu kebocoran yang ada. Jangan jadikan rakyat sebagai pilihan terakhir—apalagi sebagai korban pertama.”
Pernyataan itu memicu perdebatan sengit. Suasana rapat memanas, emosi ikut terseret, namun satu hal menjadi jelas: sikap yang ditunjukkan Purbaya bukan sekadar perdebatan teknis kebijakan, melainkan bentuk keberanian untuk berdiri di sisi rakyat, meski harus berhadapan langsung dengan tekanan para pemegang kekuasaan.
Hari itu, untuk pertama kalinya dalam rapat tersebut
(AF/Red).
